Islam dalam Universalnya, mencakup
segala aspek kehidupan seperti hukum Islam,
keimanan/kepercayaan, dan tingkah laku. Yang saat ini masyarakat hanya
memandang poin tingkah laku saja yang penting bagi mereka, karena itu menjadi
hal yang paling sering dihadapi oleh manusia sebagai makhluk sosial.
Universalisme Islam yang menjamin
kehidupan seorang manusia terkhusus seorang muslim yang mampu membuat kedamaian dan keadilan dalam kehidupan, ada 5 jaminan
dasar yang diberikan oleh Islam, yakni :
1) Hifdzu
An-Nafs, Keselamatan Fisik dari kejahatan Badani.
2) Hifdzu Ad-Din, Keselamatan Keyakinan atas apa yang di anut.
3) Hifdzu An-Nasl, Keselamatan Keluarga dan
Keturunanya.
4) Hifdzu Al- Mal,
Keselamatan Harta Benda milik pribadi.
5) Hifdzu
Al-Aqli, Keselamatan Hak milik dan Profesinya.
Yang mana kesemuananya
merupakan jaminan keselamatan apabila mampu diterapkan di sebuah wilayah/negara
mampu mencapai keadilan sejahtera.
Secara garis besar, kosmoplitanisme
peradaban islma mampu menumbuhkan kreatifitas-kreatifitas seorang muslim,
kebebasan berpendapat, dalam dialog Ekletik,yang mampu mengoreksi budaya-budaya
seorang muslimkala itu. Hingga memunculkan para intelektual muslim, dan
mucullah kala itu Mujtahid-mujtahid yang di bidang hukum Islam (fiqh) hingga muncul sebuah ilmu yang bernama Usul Fiqh sebagai
teori hukum Islam, sehingga para penganut fiqh menggunakannya sebagai alat
seleksi yang sangat normatif, yang mematikan krearifitas orang muslim
setelahnya.
Dewasa ini kaum muslim sudah menjadi kelompok dengan
pandangan sempit dan sangat eksklusif sehingga tidak mampu lagi mengambil
bagian dari sebuah peradaban umat manusia, dan mungkin seorang muslim hanya
akan menjadi sebuah objek peradaban, bukan sebagai subjeknya.
Bahkan jika kita merujuk tentang sebuah pertanyaan
apakah Islam memiliki konsep bagi sebuah negara, maka disini penulis menjawab
tidak, seperti contoh estafet kepemimpinan Rasulullah SAW. yang saat digantikan
oleh Sayyidina Abu Bakar 3 hari setelah wafatnya Rasulullah, yang
pengangkatanya rakyat madinah kala itu tidak mengetahui alasan penunjukan
Sayyidina Abu Bakar sebagai pengganti Rasulullah SAW. ini menunjukkan bahwa Islam
tidak memiliki konsep untuk diterapkan di negara kala itu, yang kemudian cara
itu dipakai oleh kholifah-kholifah selanjutnya. Menunjukkan bahwa kreatifitas
dalam pemikiran sebuah konsep Islam itu hilang.
Apabila kita manifestasikan di Indonesia konsep Islam
tidak mapu di masukkan kedalam ideologi Indonesia, karena indonesia sudah
dengan ideologi satu, yakni pancasila. Terdengar dibeberapa tahun terakhir
bahwa ideologi indeonesia akan di rubah dengan Islam sebagai penggantinya,
namun sebenarnya ini merupakan hal pemahaman terhadap pancasila itu sendiri,
pancasila yang di pahamis hanya tekstual saja akan memunculkan
pandangan-pandangan lain yang dirasa mampu untuk menggantikannya. Padahal
apabila dipahami secara luas, pancasila mengandung banyak gal yang bahkan Islam
tercakup di dalamnya.
Yang pada dasarnya pancasila adalah sebuah gambaran
identisas orang Indonesia. Dalam idealisasi nila-nilai luhur di Indonesia mampu
memberikan gambaran kepada dunia bahwa indonesia menjadi bangsa pecinta
perdamaian, sopan kepada orang lain dan sabar tetapi tekun dalam membangun
masyarakat yang adil bagi masadepan. Semua nilai itu kini menjadi bahan
kontemplasi paling intensif dalam penyiapan dan penyelenggaraan indoktrinasi
filsafat negara pancasila melalui penataran P4 (Pedoman, Penghayatan, dan
Pengamalan Pancasila).
Adanya percampuran antara nilai-nilai keIslaman yang di
pupuk dengan rasa nasionalisme yang kemudian terlihat kekaburan tentang apa
yang merupakan nilai-nilai yang membentuk karakteristik bangsa ini. Perubahan
sosial yang selalu masih dalam perncarian tanpa memutuskan ikatan dengan masa
lampau. Nilai-nilai yang menampilkan watak kosmopolitan, yang masih diimbangi
oleh rasa keagamaan yang kuat, kesediaan untuk mencoba gagasan pengaturan
kembali masyarakat (social engineering) berlingkup luas, demi mempertahankan
keutuhan diri di masa perubahan yang berlangsung secara cepat dan dihadapan
tantangan dramatis terhadap keberadaan mereka sendiri.
Yang terjadi saat ini saat agama seperti demokrasi yang
membuat semua derajat sama di pandangan, memiliki kesetaraan dan kebebasan
dalam capaian kehidupan yang adil demi pencapaian kedamaian dalam hidup itu
sendiri, demokrasi menyamakan kedudukan semua warga negara di muka
undang-undang, dengan tidak memandang hal apapun sebagai pembeda, seperti agama
yang sama derajatnya di mata Tuhan YME.
Agama dapat memberikan sumbangan bagi proses
demokratisasi, manakala ia sendiri berwatak membebaskan. Fungsi pembebasan
agama atas kehidupan masyarakat itu tidak dapat dilakukan setengah-setengah
karena pada hakekatnya, transformasi kehidupan haruslah bersifat tuntas, dan
demikian hubungan antara agama dan demokrasi tidak sesederhana yang kita duga
semua karena di dalamnya masih ada hal-hal yang dilematik yang menjadi daerah
kelabu yang tidak jelas hitam putihnya.
Seperti halnya hubungan antara agama dan kebudayaan
yang sampai saat ini masih dalam status dilema di mana ada agama yang belum
seutuhnya mampu mentransformasikan diri ke dalam sebuah kebudayaan, yang
kemudian itu dianggap hal yang normal dan biasa.
Dalam beberapa tantangan kebudayaan yang ada di
indonesia menyebabkan ketegangan sosial yang menyebabkan pro-kontra di
masyarakat, yang memegang teguh kebudayaan, dan yang mampu faham pada titik
keagamaan.
Yang penting bagi kita adalah mencari jalan tengah kala
menghadapi ketegangan sosial antara agama dan kebudayaan. Bahkan ketegangan
yang terjadi di masyarakat yang memegang teguh budaya dan yang sudah mulai
memegang teguh agama tidak selalu menjadi hal yang di tangisi dan disesali,
karena justru dapat memberikan peluang-peluang bagi kita untuk selalu berusaha
menjembataninya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar